Kamis, 19 Januari 2012

PENERAPAN DAN PEMANFAATAN E-GOVERNMENT DI INDONESIA


KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang sederhana ini dengan predikat terbilang lancar.
            Ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang membantu dalam penyusunan makalah ini,terutama Bapak Jericho Pombongi,S.Sos, MSi selaku dosen pengajar sistem informasi manajemen pemerintahan yang telah membimbing penulis sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
            Penyusunan makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah sistem informasi manajemen pemerintahan. Selain itu, penulis juga ingin memberikan wawasan kepada semua pihak yang berkenan membaca makalah ini mengenai e-government serta penerapannya di Indonesia, sehingga makalah ini bukan hanya sebagai kumpulan kertas tak berguna sebagai penghias meja belajar, melainkan dapat dijadikan sebuah referensi.
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca yang budiman. Dalam penyusunan tugas ini penulis sadar jauh dari kesempurnaan oleh sebab itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan tugas-tugas selanjutnya.


Minahasa Utara, Januari 2012


                       Penulis






DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………......…….......………..1

Daftar Isi……………………………………………….........………………........………….2

Bab I. Pendahuluan
1.1.Latar belakang ........………………….....……………………………………....................3
1.2.Rumusan masalah………………....………………………………...............…………..3-4
1.3.Manfaat dan Tujuan……....………………………………………................…………......4

Bab II. Pembahasan
2.1.Defenisi E-government …..............................………………..........................................5-7
2.2. Tingkatan layanan atau tahapan pengembangan e-government secara umum..........................7
2.3.Kiat-kiat menuju e-government yang unggul...................................................................8-9
2.4.Pengembangan lebih lanjut e-government menjadi e-governance.................................9-10
2.5.Penggunaan e-government di Indonesia.......................................................................10-12
2.6.Kelembagaan, Regulasi, dan Kebijakan e-government di Indonesia............................12-13

Bab III. Penutup
3.1..Kesimpulan………………………. ………………………………………………....14-15
3.2.Saran.............................................................................................................................16-17

Daftar Pustaka.......................................................................................................................18









BAB I
PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG
”Bangsa yang maju adalah bangsa yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Kuasailah teknologi maka kau akan menguasai dunia”, demikianlah ungkapan yang berkembang di masyarakat teknologi. Dan ungkapan itu tidak sekedar ungkapan. Departemen Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia adalah merupakan salah satu institusi pemerintah yang bertanggung jawab untuk mewujudkan hal tersebut melalui salah satu programnya yakni e-government . apa sih e-government itu? Dan apa manfaatnya? Bagaimana implementansi e-government di Indonesia? Makalah ini mencoba membahas hal tersebut secara mendalam.
Kemajuan teknologi informasi memberikan manfaat yang sebesar-besarnya untuk kemaslahatan masyarakat. Tentunya dalam dunia yang sudah mengglobal ini, kemajuan teknologi diperlukan dan dimanfaatkan dalam segala bidang. Salah satu bidang yang terkena sentuhan teknologi informasi adalah pelayanan pemerintah kepada publik. Artinya dalam era teknologi informasi ini, informasi telah dihubungkan oleh dengan sebuah gerbang / “gateway” yang terintegrasi.
Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang pesat serta potensi pemanfaatannya secara luas, membuka peluang bagi pengaksesan, pengelolaan dan pendayagunaan informasi dalam volume yang besar secara cepat dan akurat. Selain itu pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi dalam proses pemerintahan (e-government) akan meningkatkan efisiensi, efektifitas, transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan.

1.2.RUMUSAN MASALAH
E-Gov atau Electronic Government merupakan bentuk dari implementasi penggunaan teknologi informasi bagi pelayanan pemerintah kepada publik. Yaitu bagaimana pemerintah memberikan informasi kepada pemangku kepentingan (stakeholder) melalui sebuah portal web. Perbedaan pemahaman, cara pandang dan tindakan atas E-Gov telah menimbulkan distorsi serta penyimpangan atas maksud pembuatan E-Gov itu sendiri.
Kondisi memprihatinkan ini terjadi di berbagai tingkatan birokrasi, baik dari tingkat staf paling bawah hingga ke tingkat paling tinggi. Begitu pula dalam berbagai praktek bisnis di lingkungan swasta. Lemahnya pemanfaatan e-gov di lingkungan birokrasi yang saling terkait dengan masih terbatasnya aplikasi di dunia bisnis telah menyebabkan lambatnya pelaksanaan program e-gov.
Mencermati realitas dan latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.      Apakah defenisi e-government secara mendalam?
2.      Bagaimana implementasi penerapan e-government di Indonesia?
3.      Bagaimana Kelembagaan, Regulasi dan Kebijakan daripada e-government  di Indonesia?

1.3.MANFAAT DAN TUJUAN
Adapun tujuan dan manfaat dari penulisan makalah ini adalah:
1.      Agar kita semakin memahami manfaat e-government serta penerapannya di Indonesia sendiri.
2.      Untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah Sistem Informasi Manajemen Pemerintahan yakni Bapak Jericho Pombongi, S.Sos. Msi.







BAB II
PEMBAHASAN

2.1. DEFENISI E-GOVERNMENT
E-government adalah tentang penyampaian informasi pemerintah dan penyelenggaraan pelayanan secara online melalui internet atau alat digital lainnya. Sedangkan menurut Holmes (2000), E-Gov didefinisikan sebagai “Kegunaan Teknologi Informasi untuk memberikan/menyajikan pelayanan kepada publik dengan lebih nyaman, berorientasi pada konsumen, mengefektifkan biaya, dan secara keseluruhan merupakan cara yang lebih baik dari sebelumnya. Sedangkan penulis lain (Fang, 2002; Seifert and Bonham, 2004) mendefinikan E-government merupakan sebuah cara bagaimana pemerintah menggunakan teknologi informasi khususnya aplikasi internet berbasis web, untuk menyediakan akses yang mudah terhadap informasi pemerintah dan menyediakan pelayanan publik, juga untuk meningkatkan kualitas pelayanan pemerintahan, serta melakukan transformasi hubungan antara pejabat publik dengan penduduk dan juga bisnis. Dari berbagai definisi ini, umumnya pemerintah-pemerintah di dunia yang mengimplementasikan E-Gov menggunakan definisi dari Bank Dunia[2], yaitu pemanfaatan Teknologi Informasi (seperti Wide Area Network, Internet, Mobile Computing) oleh agen pemerintah yang mampu mentransformasi hubungan dengan penduduk, bisnis serta unit pemerintah lainnya.
Secara garis besar dari definisi-definisi yang beredar mengenai E-Gov dapat disimpulkan bahwa E-Gov mempunyai beberapa penekanan penting yaitu pada:
a.       adanya pemanfaatan teknologi informasi (Internet, WAN, Mobile Computing dll).
b.      adanya tujuan untuk meningkatkan layanan kepada publik yaitu dengan adanya pelayanan     umum secara online (Online Public Services).
c.       adanya tujuan untuk melakukan transformasi hubungan antara agen pemerintah dengan penduduk, bisnis ataupun dengan unit pemerintah lainnya.
Pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah dijelaskan oleh sebuah model Future of Government Services. Dalam model ini digambarkan bahwa Pelayanan Pemerintah dipengaruhi oleh dua faktor yaitu:
1.      Internal Drivers
1.      Risk management
2.      Partnerships
3.      Skills Shortage
4.      Take care of People
5.      Intellectual Asset Management
6.      Shorten Cycle Time
7.      Constituency Requirement
8.      Innovative Product & Services
9.      Streamline Business Processes
2.      External Drivers
·         IT Commoditization
·         Works & Lifestyles Diversity
·         Internet Landscape
·         Informational transparency
·         Skills shortage
·         Competition to Provide Services
·         New Business Model Emerging
·         Legislation
Aplikasi dari IT dalam sektor publik ditujukan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas dan akuntabilitas dalam penyampaian pelayanan public oleh pemerintah. Layne and Lee (2001) menjelaskan dalam 4 tahap pengembangan E-Gov yaitu:
1)      Cataloguing
Fokus pada memulai sebuah bentuk kehadiran secara online dari pemerintah. Hal ini dapat diwakili dengan adanya web static.
2)      Transaction
Dalam halaman web tersebut disajikan link database dinamis.
3)      Vertical Integration
Terbangunnya sebuah koneksi dengan fungsi dan jasa dari tingkat diatasnya. Misalnya Portal web pemda tingkat II, mempunyai fungsi pelayanan dari portal web pemda tingkat I dan tingkat pusat.
Di Vetical Integration, fokus pada transformasi jasa pelayanan pemerintahan dan bukan pada otomatisasi. Targetnya adalah mengintegrasi sistem pemerintahan tingkat II dengan tingkat I dan tingkat pusat, hal ini dilakukan untuk tujuan cross referencing and checking. Selain itu, target lainnya adalah untuk mempertimbangkan peningkatan pada efisiensi, privasi dan masalah kerahasiaan.
4)      Horizontal Integration
Yaitu suatu integrasi antar fungsi dan pelayanan yang beda. Pada Horizontal Integration, ditandai dengan adanya database yang melintas area fungsional yang berbeda, yang saling berkomunikasi satu sama lain dan idealnya saling membagi informasi. Dengan demikian, informasi yang diperoleh satu agen pemerintah maka dapat digunakan oleh seluruh fungsi lain dalam sistem.
Secara keseluruhan 4 tahap E-Gov dari Layne & Lee menawarkan harapan terbaik untuk meningkatkan efisiensi melalui reformasi administrasi melalui vertical maupun horizontal integration.

2.2.TINGKATAN LAYANAN ATAU TAHAPAN PENGEMBANGAN E-GOVERNMENT SECARA UMUM
Pengembangan e-government dapat dilakukan dalam beberapa tahap atau tingkatan. Beberapa sumber pustaka menjelaskan tentang tingkatan layanan egovernment sebagai berikut:
Tahap I            : Menerbitkan Informasi tentang diri sendiri bagi kepentingan warga dan   
  kalangan bisnis (lewat web/internet)—juga menyediakan fasilitas komunikasi  
  dua arah.
Tahap II          : Aplikasi Intranet yang memungkinkan data dapat dikumpulkan (online),
                          diolah, dan disebarluaskan dalam bentuk baru (agar lebih efisien); meskipun
sebagian proses pemberian servis tetapsecara offline, publik dapat memantau kinerja secara online.
Tahap III         : Aplikasi Extranet yang memungkinkan warga wilayah dapat mengisi blanko
  aplikasi secara online (lewat internet).


2.3.KIAT-KIAT MENUJU E-GOVERNMENT YANG UNGGUL
Agar kita dapat berhasil dan unggul dalam penerapan e-government, maka perlu kita simak nasehat dalam publikasi the Harvard Policy Group (2000). Menurut nasehat tersebut, kita perlu melakukan delapan hal, yaitu:
1.      Fokuskan pada cara teknologi informasi dapat mengarahkan bentuk kegiatan dan strategi dalam sektor publik.
2.      Gunakan teknologi informasi bagi inovasi strategis, bukan hanya otomasi kegiatan taktis.
3.      Manfaatkan pengalaman-pengalaman terbaik (best practices) dalam menerapkan inisiatif pemanfaatan teknologi informasi. Contoh best practices antara lain: di Australia <www1.maxi.com.au>, di Singapura <www.ecitizen.gov.sg>, di AS yang ditangani swasta <www.ezgov.com> dan <www.govworks.com>.
4.      Tingkatkan anggaran dan pendanaan bagi inisiatif pemanfaatan teknologi informasi yang menjanjikan (mempunyai harapan keberhasilan).
5.      Lindungi privasi dan sekuriti.
6.      Bentuk dan kembangkan kerjasama berkaitan dengan teknologi informasi untuk mendorong pembangunan ekonomi.
7.      Gunakan teknologi informasi untuk mempromosikan keadilan dalam peluang kerja dan kesejahteraan masyarakat.
8.      Persiapkan diri terhadap berkembangnya demokrasi digital (demokrasi dalam era digital).
Tindakan ke 1 sampai 4 mendukung transisi ke layanan elektronis, sedangkan tindakan ke 5 sampai 8 akan menjawab tantangan yang sedang timbul dalam kepemerintahan.
Melengkapi kiat-kiat di atas, menurut Accenture (2001: 8-9), ada lima karaktaristik e-government yang unggul, yaitu:
(1)   Visi dan Implementasi: mempunyai visi sejak awal dan mekanisme implementasi yang baik/tepat.
(2)   Berorientasi ke Pengguna/Warga masyarakat: pada umumnya, di awal pengembangan e-government, informasi yang dipublikasikan disusun dan diorganisasikan dengan mempertimbangkan cara pemerintah bekerja dan memberikan layanan secara fisik. Pada e-government yang unggul, layanan kepada publik atau warga masyarakat dirancang dengan mempertimbangkan kemauan dan cara berpikir masyarakat umum, bukan berdasar cara kerja lembaga-lembaga pemerintah. Dalam berkomunikasi dengan Pemerintah lewat e-government, masyarakat tidak perlu tahu struktur organisasi dan tata laksana pemerintah. Misal: untuk aplikasi IMB, cukup diklik tombol aplikasi, yang juga untuk layanan aplikasi-aplikasi lainnya (tidak perlu tahu instansi yang mengurusinya lalu mengklik tombol instansi tersebut).
(3)   Menggunakan Manajemen Hubungan Masyarakat (Customer Relationship Management/ CRM): Humas pemerintahan bergeser fungsinya bagaikan humas dalam perusahaan jasa, dengan menggunakan teknik-teknik manajemen informasi pengguna jasa, pemasaran, meminimalkan duplikasi pengumpulan informasi dan pembuatan profil perilaku pengguna jasa dalam rangka memprediksi kebutuhan di masa depan.
(4)   Volume dan Kompleksitas/kerumitan: mampu menangani volume informasi yang besar dengan kompleksitas tinggi (tapi masih nyaman dan nampak sederhana atau tidak rumit bagi pengguna).
(5)   Penggunaan Portal sebagai satu pintu masuk: memudahkan bagi pengguna/warga masyarakat dengan tidak perlu mengunjungi situs tiap instansi, cukup satu situs sebagai pintu masuk (portal) untuik mendapatkan semua layanan yang diperlukan. Contoh: eCitizen Portal layanan dari Pemerintah Singapura untuk warganya.


2.4.PENGEMBANGAN LEBIH LANJUT E-GOVERNMENT MENJADI E-GOVERNANCE
Dalam pengembangan e-government, kita perlu mempertimbangkan bahwa egovernment dapat dikembangkan lebih lanjut dan lebih luas ke e-governance.
Menurut Heeks (2001a: 2), e-governance diartikan sebagai pemanfaatan ICT untuk mendukung pemerintahan yang baik (good governance). Lebih lanjut dijelaskan bahwa e-governance mencakup:
1.      e-Administration: untuk memperbaiki proses pemerintahan dengan menghemat biaya, dengan mengelola kinerja, dengan membangun koneksi strategis dalam pemerintah sendiri, dan dengan menciptakan pemberdayaan.
2.      e-Citizen & e-Services: menghubungkan warga masyarakat dengan Pemerintah dengan cara berbicara dengan warga dan mendukung akuntabilitas, dengan mendengarkan masyarakat dan mendukung demokrasi, dan dengan meningkatkan layanan publik.
3.      e-Society: membangun interaksi di luar pemerintah dengan bekerja secara lebih baik dengan pihak bisnis, dengan mengembangkan masyarakat, dengan membangun kerjasama dengan pemerintah, dan dengan membangun masyarakat madani.
Dalam hal ini, menurut Heeks (2001b: 3), terdapat tiga cara potensial bagi pemerintah untuk berkembang, yaitu:
·         Otomasi: mengganti proses pengumpulan, penyimpanan, pengolahan, penyampaian hasil atau informasi yang dilakukan oleh tenaga manusia dengan proses dengan teknologi komunikasi dan informasi. Misal: otomasi fungsi klerikal (tata usaha) yang ada.
·         Informatisasi: mendukung proses yang kini dilakukan dengan tenaga manusia. Misal: pengambilan keputusan beserta pengkomunikasian dan implementasinya.
·         Transformasi: menciptakan proses baru pengolahan informasi yang dijalankan dengan ICT atau mendukung proses baru pengolahan informasi yang dijalankan oleh tenaga manusia. E-government dalam jangka panjang akan merubah cara kerja pemerintah, menggeser cara kerja tradisional dengan cara kerja elektronis yang lebih efisien dan efektif.
Dengan ketiga cara tersebut diharapkan pemerintahan dapat lebih efisien, dalam arti dapat lebih murah, dapat berbuat lebih banyak, dan dapat bekerja lebih cepat. Selain itu, pemerintahan diharapkan dapat lebih efektif, dalam arti: dapat bekerja lebih baik dan inovatif.
Untuk mewujudkan e-Governance, Heeks (2001b: 17-19) menjelaskan tentang enam persyaratan kesiapan. Kesiapan tersebut berkaitan dengan: (i) infrastruktur sistem data, (ii) infrastruktur legal/hukum, (iii) infrastruktur kelembagaan, (iv) infrastruktur SDM, (v) infrastruktur teknologi, dan (vi) kepemimpinan dan pemikiran strategis.


2.5.PENGGUNAAN E-GOVERNMENT DI INDONESIA
E-Gov di Indonesia mulai dilirik sejak tahun 2001 yaitu sejak munculnya Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2001 tgl. 24 April 2001 tentang Telematika (Telekomunikasi, Media dan Informatika) yang menyatakan bahwa aparat pemerintah harus menggunakan teknologi telematika untuk mendukung good governance dan mempercepat proses demokrasi. Namun dalam perjalanannya inisiatif pemerintah pusat ini tidak mendapat dukungan serta respon dari segenap pemangku kepentingan pemerintah yaitu ditandai dengan pemanfaatan teknologi informasi yang belum maksimal.
Berdasarkan data yang ada, pelaksanaan E-Government di Indonesia sebagian besar barulah pada tahap publikasi situs oleh pemerintah atau baru pada tahap pemberian informasi, dalam tahapan Layne & Lee baru masuk dalam Cataloguing. Data Maret 2002 menunjukkan 369 kantor pemerintahan telah membuka situs mereka. Akan tetapi 24% dari situs tersebut gagal untuk mempertahankan kelangsungan waktu operasi karena anggaran yang terbatas. Saat ini hanya 85 situs yang beroperasi dengan pilihan yang lengkap. (Jakarta Post, 15 Januari 2003). Indikator lainnya adalah penestrasi internet baru mencapai 1,9 juta penduduk atau 7,6 persen dari total populasi Indonesia pada tahun 2001. Pada tahun 2002 dengan 667.000 jumlah pelanggan internet dan 4.500.000 pengguna komputer dan telepon, persentasi penggunaan internet di Indonesia sangatlah rendah. (Sumber: Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia/APJII).
Pada tahun 2003, di era Presiden Megawati Soekarno Putri, Pemerintah mengeluarkan suatu kebijakan yang lebih fokus terhadap pelaksanaan E-Gov, melalui Instruksi Presiden yaitu Inpres Nomor 3 tahun 2003. Inpres ini berisi tentang Strategi Pengembangan E-gov yang juga sudah dilengkapi dengan berbagai Panduan tentang e-gov seperti: Panduan Pembangunan Infrastruktur Portal Pemerintah; Panduan Manajemen Sistem Dokumen Elektronik Pemerintah; Pedoman tentang Penyelenggaraan Situs Web Pemda; dan lain-lain.
Demikian pula berbagai panduan telah dihasilkan oleh Depkominfo pada tahun 2004 yang pada dasarnya telah menjadi acuan bagi penyelenggaraan e-gov di pusat dan daerah. Dalam Inpres ini, Presiden dengan tegas memerintahkan kepada seluruh Menteri, Gubernur, Walikota dan Bupati untuk membangun E-government dengan berkoordinasi dengan Menteri Komunikasi & Informasi.
Di lihat dari pelaksanaan aplikasi e-gov setelah keluarnya Inpres ini maka dapat dikatakan bahwa perkembangan pelaksanaan implementasi E-Gov masih jauh dari harapan. Data dari Depkominfo (2005) menunjukkan bahwa hingga akhir tahun 2005 lalu Indonesia baru memiliki:
1.      564 domain go.id;
2.      295 website pemerintah pusat dan pemda;
3.      226 website telah mulai memberikan layanan publik melalui website;
4.      198 website pemda masih dikelola secara aktif.
Beberapa pemerintah daerah memperlihatkan kemajuan cukup berarti. Bahkan Pemkot Surabaya sudah mulai memanfaatkan e-gov untuk proses pengadaan barang dan jasa (e-procurement). Beberapa pemda lain juga berprestasi baik dalam pelaksanaan e-gov seperti: Pemprov DKI Jakarta, Pemprov DI Yogyakarta, Pemprov Jawa Timur, Pemprov Sulawesi Utara, Pemkot Yogyakarta, Pemkot Bogor, Pemkot Tarakan, Pemkab Kebumen, Pemkab. Kutai Timur, Pemkab. Kutai Kartanegara, Pemkab Bantul, Pemkab Malang.
Sementara itu dari sisi infrastruktur, layanan telepon tetap masih di bawah 8 juta satuan sambungan dan jumlah warung telekomunikasi (Wartel) dan warung Internet (Warnet) yang terus menurun karena tidak sehatnya persaingan bisnis. Telepon seluler menurut data Depkominfo tersebut telah mencapai 24 juta ss. Meski kepadatan telepon tetap di beberapa kota besar bisa mencapai 11%-25%, kepadatan telepon di beberapa wilayah yang relatif tertinggal baru mencapai 0,2%. Jangkauan pelayanan telekomunikasi dalam bentuk akses telepon baru mencapai 65% desa dari total sekitar 67.800 desa yang ada di seluruh tanah air. Jumlah telepon umum yang tersedia hingga saat ini masih jauh dari target 3% dari total sambungan seperti ditargetkan dalam penyusunan Program Pembangunan Jangka Panjang II dahulu.
Sementara itu jumlah pelanggan dan pengguna Internet masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan total penduduk Indonesia. Hingga akhir 2004 berbagai data yang dikompilasi Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) memberikan jumlah pelanggan Internet masih pada kisaran 1,9 juta, sementara pengguna baru berjumlah 9 juta orang. Rendahnya penetrasi Internet ini jelas bukan suatu kondisi yang baik untuk mengurangi lebarnya kesenjangan digital (digital divide) yang telah disepakati pemerintah Indonesia dalam berbagai pertemuan Internasional untuk dikurangi.

2.6.KELEMBAGAAN, REGULASI, DAN KEBIJAKAN E-GOVERNMENT DI INDONESIA
Perkembangan dan pembangunan telematika memasuki babak baru pada awal tahun 2005 dengan digabungkannya Ditjen Postel yang dahulu berada di bawah Departemen Perhubungan kedalam Depkominfo. Satriya (2005) melihat penggabungan tersebut seyogyanya bisa mempercepat gerak pelaksanaan aplikasi egov di seluruh tanah air dan dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk penyediaan infrastruktur telematika yang sekaligus disinkronkan dengan berbagai aplikasi prioritas.
Begitu pula dari sisi regulasi, sudah ada Instruksi Presiden (Inpres) No. 3 Tahun 2003 tentang Strategi Pengembangan Egov yang juga sudah dilengkapi dengan berbagai Panduan tentang egov seperti: Panduan Pembangunan Infrastruktur Portal Pemerintah; Panduan Manajemen Sistem Dokumen Elektronik Pemerintah; Pedoman tentang Penyelenggaraan Situs Web Pemda; dan lain-lain. Demikian pula berbagai panduan telah dihasilkan oleh Depkominfo pada tahun 2004 yang pada dasarnya telah menjadi acuan bagi penyelenggaraan egov di pusat dan daerah.
Sayangnya beberapa peraturan payung yang diharapkan bisa segera selesai masih belum terwujud, seperti RUU tentang Informasi, dan Transaksi Elektronik yang masih belum dibahas di DPR.
Dalam bidang kebijakan, kelihatannya pemerintah belum berhasil menyusun suatu langkah konkrit yang dapat menggerakkan berbagai komponen pemerintah (lintas sektor) untuk saling bekerja sama membangun dan menjalankan aplikasi yang memang harus disinergikan. Hingga sekarang pemanfaatan telematika untuk Kartu Tanda Penduduk, Perpajakan, Imigrasi, dan Kepegawaian yang sangat dibutuhkan dalam reformasi pemerintahan masih belum terlaksana. Masih mahalnya tarif Internet, termasuk Broadband, rupanya telah mulai menarik perhatian Menteri Kominfo seperti diungkapkan beberapa waktu lalu dalam ajang Indo Wireless 2006 (Detik, 14/3/06). Kombinasi pemanfaatan kapasitas telepon tetap eksisting dan berbagai teknologi nirkabel lainnya sudah seharusnya bisa didukung oleh sistem tarif yang sudah memanfaatkan kompetisi dalam sektor telematika ini. Begitu pula alternatif penyediaan infrastruktur telematika di daerah terpencil, perbatasan, dan tertinggal masih belum bisa memaksimalkan pemanfaatan dana Universal Service Obligation (USO) yang telah dikutip dari operator.






BAB III
PENUTUP

3.1.KESIMPULAN
Sebuah Studi pernah diadakan oleh Mc Cornell International LLC, sebuah konsultan di Washington, tentang ketersediaan - yang disebut oleh para analis sebagai "e-readiness" – terhadap 42 negara. Ke-42 negara tersebut mewakili hampir tiga perempat populasi dunia dan memproduksi seperempat barang dan jasa di seluruh dunia. Setiap negara dinilai berdasarkan lima ketegori :
1.      ketersediaan dan akses jaringan,
2.      kepemimpinan pemerintah dan industri dalam mengusahakan e-business dan e-government,
3.      kekuatan hukum dalam melindungi hak intelektual,
4.      ketersediaan tenaga kerja yang mendukung e-business, dan
5.      iklim e-business.
Hasil negatif pada dua puluh tiga negara, termasuk Indonesia, Cina, Rusia, dan Afrika Selatan, dimana dibutuhkan pengembangan substansial setidaknya pada dua bidang yaitu e-business dan e-government.
Selain hasil studi tersebut, sebuah faktor yang secara tidak langsung membuat pemerintah mau tidak mau harus mengimplementasikan e-government adalah karena permintaan IMF, dimana IMF menghendaki standard government financial systems tersendiri bagi semua pemerintah yang mendapatkan bantuan IMF.
Namun kembali lagi adanya beberapa kendala yang mendasar maka Meneyebabkan implementasi E-government tidak seperti yang diharapkan. Penyebab rendahnya implementasi E-Gov adalah:
1.      Rendahnya Political Will dari pemerintah itu sendiri.
Terkait dengan Political Will ini, dapat dilihat dari tingkat prioritas pemerintah yang mengeluarkan kebijakan E-Gov hanya dengan Instruksi Presiden. Dalam negara, kita mengenal tata aturan perundangan, dimana Inpres menempati posisi dibawah UUD, UU, PERPU dan Kepres. Implementasi E-Gov, tidak hanya akan merubah sistem pelayanan kepada publik, tetapi yang lebih fundamental adalah perubahan budaya birokrasi di pemerintahan, yang tentunya perubahan budaya ini akan berdampak dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia. Inilah yang menjadi permasalahan, Kebijakan Publik berdasarkan Inpres akan dinomor duakan jika berhadapan dengan aturan yang lebih tinggi lainnya, misalnya UU.


2.      Paradigma Lama dalam Aparatur Birokrasi di Indonesia
Teknologi informasi khususnya web dan email hanyalah sebatas alat bantu untuk memudahkan kita dalam menyelesaikan pekerjaan saja. Namun yang paling utama dalam implementasi e-government adalah perubahan paradigma, dari Government Centric menuju Customer Centric. Perubahan tersebut akan menyebabkan perubahan pada layanan-layanan yang diberikan, sehingga merujuk sesuai dengan apa yang menjadi kebutuhan publik.
Salah satu indikator kegagalan implementasi E-Gov adalah ketidakmampuan aparat birokrasi menjaga web portal untuk selalu up date. Paradigma proyek masih tertanam dalam kepala para aparat tersebut, sehingga implementasi E-Gov sesuai dengan Inpres No.3 tahun 2007 dianggap sebagai proyek tanpa memikirkan pemanfaatan jangka panjangnya. Akibatnya menciptakan ketergantungan terhadap ”rekanan tertentu”, yang pada akhirnya akan menjadikan implementasi E-Gov tidak ada bedanya dengan proyek lainnya. Dan jika hal ini terjadi maka tujuan E-Gov yaitu terkait transformasi hubungan antara pemerintah dengan penduduk, swasta (bisnis) dan juga unit pemerintah lainnya tidak akan tercapai, dan malah akan membuka ladang KKN baru bagi birokrat di pemerintahan.

3.      Ketersediaan sumber daya
Disadari maupun tidak ternyata dukungan sarana dan prasarana turut mensukseskan implementasi E-Gov. Dengan tingkat penggunaan Internet yang hanya sebesar 4% dari total penduduk Indonesia, maka Kebijakan ini tidak akan efektif jika tidak dibarengi dengan kebijakan lainnya, yaitu kebijakan pemberiaan akses informasi sampai level desa dan juga kebijakan untuk meningkatkan pengetahuan bagi penduduk.

3.2.SARAN
Memperhatikan berbagai kondisi pelaksanaan program e-gov seperti yang sudah dibahas sebelum ini, maka langkah untuk merevitalisasi e-gov di Indonesia sudah tidak bisa ditunda lagi. Banyaknya dana yang sudah dihabiskan tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh. Namun pelaksanaan proses revitalisasi juga tidak bisa dilakukan dengan tergesa-gesa dan tanpa konsep yang jelas.
Revitalisasi yang dimaksudkan adalah serangkaian tindakan perencanaan dan penataan ulang program e-gov yang disesuaiakan kembali dengan target pembangunan nasional dan sektor telematika dengan mengindahkan prinsip-prinsip dasar serta proses pentahapan e-gov tanpa menyia-nyiakan kondisi eksisting yang sudah dicapai.
Beberapa langkah yang menurut kami bisa diambil dalam waktu dekat adalah sebagai berikut:
1.      Mensinkronkan target-target pembangunan nasional dalam sektor telematika dengan beberapa program e-gov yang akan dilaksanakan di seluruh lembaga dan departemen. Langkah ini sekaligus sebagai proses evaluasi program e-gov yang pernah dijalankan di semua tingkatan.
2.      Meningkatkan pemahaman masyarakat, pelaku ekonomi swasta, termasuk pejabat pemerintahan atas potensi yang dapat disumbangkan program e-gov dalam mencapai target pembangunan nasional dan sektor telematika.
3.      Menyelesaikan berbagai program utama e-gov yang belum berhasil dilaksanakan, dan menyusun prioritas program e-gov yang dapat menciptakan lapangan kerja serta membantu penegakan praktek good governance dalam berbagai pelayanan publik.
4.      Menambah akses dan jangkauan infrastruktur telematika bagi semua kalangan untuk mengutamakan pemanfaatan e-gov dalam segala aktivitas sosial ekonomi masyarakat. Termasuk dalam hal ini adalah menetapkan struktur tarif yang transparan dan terjangkau buat semua kalangan. Jika perlu dapat saja diberlakukan diferensiasi tarif untuk semua aplikasi e-gov.
5.      Alokasi dana e-gov perlu ditingkatkan yang disesuaikan dengan tahapan yang telah dicapai. Dana bisa berasal dari APBN / APBD, kerjasama internasional, atau juga dari pihak swasta.
6.      Menetapkan hanya beberapa aplikasi e-gov pilihan – sebagai contoh sukses – yang menjadi prioritas pembangunan dan pengembangan sehingga terjadi efisiensi dalam pemberian pelayanan publik.
Evaluasi dan revitalisasi e-gov juga sangat diperlukan, seperti diingatkan Kabani (2006) bahwa adalah suatu keharusan untuk melakukan streamlining berbagai proses off-line sebelum melanjutkannya menjadi proses on-line. Sebagai tambahan, juga sangat penting diperhatikan agar instansi pemerintah untuk tidak melakukan proses otomatisasi berbagai inefisiensi.

Revitalisasi e-gov ini semakin dirasakan perlu ketika kita harus juga mempersiapkan diri menyambut berbagai perkembangan baru dalam globalisasi industri dan perkembangan dunia. Berbagai perkembangan teknologi telematika yang semakin konvergen juga membuat pemerintah harus terus menyiapkan berbagai regulasi dan kebijakan antisipatif dalam penyelenggaraan e-gov di berbagai sektor.













DAFTAR PUSTAKA

Anggono, Bambang Dwi, Kesejajaran ABG E-government, 2007
Depkominfo, Peluang Indonesia Untuk Bangkit Melalui Implementasi E-Government, Laguboti, Toba, 2005
Djunaedi, Achmad, Pemanfaatan TI di Lingkungan Pemerintahan Daerah: Strategi yang Sesuai untuk Realita yang Dihadapi, Desember 2006
Kabani, Asif, Critical E-Government Succes Factors for Developing Countries, Prosiding Konferensi Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi Untuk Indonesia 3-4 Mei 2006, dalam Technology and Management Magazine, Singapore, Maret-April 2006

Nugraha, Krisna, Achieving IT Business Alignment, bahan Seminar Kepemimpinan dalam Penyelarasan Teknologi Informasi dalam Manajemen dan Birokrasi Pemerintah Daerah, 2006

Nugroho, Santoso, Political Environment dalam Implementasi Electronic Government, 2007
Rahardjo, Budi, Membangun E-Government, PPAU Mikroelektronika ITB, 2001
Satriya, Eddy, Pentingnya Revitalisasi E-Government Di Indonesia, 2006




Tidak ada komentar:

Posting Komentar